**Pergeseran Haluan Projo: Analisis Mendalam atas Manuver Budi Arie ke Gerindra**
Perpindahan arah politik selalu menjadi topik menarik dalam dunia politik, terutama ketika melibatkan tokoh-tokoh penting dan organisasi berpengaruh. Langkah Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi, yang mulai merapat ke Partai Gerindra pimpinan Prabowo Subianto, menjadi sorotan utama. Langkah ini dinilai memiliki implikasi signifikan dalam dinamika politik nasional, terutama menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2029.
Analisis mendalam dari Direktur Indonesia Political Review (IPR), Iwan Setiawan, memberikan pandangan menarik mengenai manuver politik Budi Arie. Iwan menilai langkah tersebut bukan hanya sekadar strategi personal, melainkan juga cerminan perubahan arah dalam peta kekuatan politik menjelang pesta demokrasi mendatang. Dalam wawancara dengan Gemapos.id, Iwan memaparkan dua makna krusial di balik langkah tersebut.
Dua Makna Penting di Balik Langkah Budi Arie
Iwan Setiawan menyoroti dua interpretasi utama dari langkah Budi Arie. Pertama, langkah ini mencerminkan realitas politik di mana kekuasaan adalah faktor utama. Kedua, ada kemungkinan strategi politik yang lebih besar di balik layar yang melibatkan beberapa tokoh sentral.
Menyesuaikan Diri dengan Penguasa
Menurut Iwan, langkah Budi Arie adalah bentuk adaptasi terhadap realitas politik yang ada di Indonesia.
Iwan menjelaskan bahwa Projo, secara pragmatis, bergeser untuk mendukung pihak yang sedang berkuasa. “Secara realistis, Budi Arie memilih untuk bergeser ke tuan baru,” kata Iwan.
Pergeseran ini, menurut Iwan, didorong oleh dua faktor utama:
Iwan menyoroti peran Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, sebagai “pintu masuk” Budi Arie ke Gerindra. Kedekatan keduanya menjadi kunci penting dalam pergeseran ini.
Iwan mengungkapkan pandangannya terkait hal ini.
“Kenapa Ketua Harian Gerindra, Sufmi Dasco, menjadi pintu masuk Budi Arie ke Partai Gerindra? Kita tahu hubungan kedua tokoh itu cukup dekat,” ungkap Iwan.
Namun, Iwan juga menyoroti aspek etika politik dari langkah Budi Arie. Dari sisi moral dan loyalitas, langkah ini bisa dianggap sebagai pengkhianatan terhadap Jokowi.
Iwan menambahkan bahwa langkah Budi Arie adalah konsekuensi logis dari realitas politik Indonesia.
“Secara realis politik, Budi Arie sebagai Ketua Umum Projo memang harus mengambil langkah itu,” kata Iwan menambahkan.
Kemungkinan Skenario Politik Bersama Jokowi
Selain itu, Iwan juga menyoroti kemungkinan adanya skenario politik yang dirancang bersama antara Jokowi dan Budi Arie.
“Bisa jadi ini adalah bagian dari agenda dan misi tertentu antara Jokowi dan Budi Arie yang memang sudah diskenariokan,” kata Iwan.
Iwan mengaitkan hal ini dengan pernyataan Jokowi sebelumnya bahwa kekuatan politiknya akan mendukung Prabowo–Gibran untuk dua periode. Iwan menjelaskan bahwa pernyataan Jokowi tersebut mungkin didasari oleh realitas politik.
“Bagi Jokowi, mendorong Gibran maju sebagai capres pada 2029 kurang realistis. Yang realistis adalah Gibran dijadikan cawapres lagi,” ujarnya menjelaskan.
Iwan juga menekankan bahwa situasi politik saat ini sedang menekan kekuatan politik Solo, tempat asal Jokowi dan Gibran. Berbagai isu, mulai dari ijazah hingga proyek strategis pemerintah, dianggap sebagai upaya untuk mendiskreditkan mereka.
Iwan memaparkan pernyataan ini.
“Situasi politik sekarang memang sedang memojokkan kekuatan politik Solo, mulai dari isu ijazah Jokowi dan Gibran, isu IKN, hingga proyek Kereta Cepat Whoosh. Semua isu itu dianggap sebagai upaya mendiskreditkan kelompok politik Solo dan menghambat langkah Gibran di Pilpres 2029,” paparnya.
Oleh karena itu, Iwan menilai bahwa pernyataan Jokowi dan manuver politik Budi Arie adalah bagian dari strategi defensif untuk mengamankan posisi Gibran dalam kontestasi mendatang.
“Jokowi harus mengeluarkan pernyataan itu untuk mengunci koalisi dan memberi sinyal kepada Prabowo serta Partai Gerindra,” katanya.
Iwan juga memprediksi bahwa akan muncul banyak figur potensial lain yang bisa menjadi pesaing Gibran dalam bursa calon wakil presiden.
“Dari sekarang akan bermunculan nama-nama seperti AHY, KDM, Purbaya, Bahlil, hingga Puan Maharani,” ujarnya.
Iwan menyimpulkan bahwa langkah Budi Arie masuk ke Gerindra bisa jadi upaya untuk menyusupkan Projo ke jantung kekuasaan.
“Kalau benar Budi Arie masuk Gerindra, itu untuk mengamankan agenda politik Jokowi dari dalam, sekaligus memantau dinamika hingga menjelang 2029,” tutupnya.