Pemerintah Indonesia mengumumkan rencana renovasi pesantren di wilayah rawan bencana sebagai langkah krusial untuk memastikan keselamatan para santri. Kebijakan ini didasari oleh kesadaran akan pentingnya menyediakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman bagi generasi muda. Langkah ini sekaligus menunjukkan komitmen negara dalam melindungi aset pendidikan keagamaan.
Rencana ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman antara tiga kementerian terkait, yaitu Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Agama. Acara tersebut disaksikan oleh beberapa menteri terkait, menggarisbawahi keseriusan pemerintah dalam merealisasikan program ini.
Fokus Renovasi dan Kriteria Penerima Bantuan
Pemerintah memprioritaskan renovasi pesantren yang berlokasi di wilayah berisiko tinggi terhadap bencana. Selain itu, pesantren yang memiliki jumlah santri lebih dari seribu orang dan mengalami kesulitan finansial untuk melakukan pembangunan secara mandiri juga menjadi fokus utama.
Prioritas Utama
Prioritas utama dalam program renovasi ini adalah:
- Pesantren yang terletak di wilayah rawan bencana.
- Pesantren dengan jumlah santri lebih dari seribu orang.
- Pesantren yang tidak memiliki kemampuan finansial untuk membangun sendiri.
Muhaimin Iskandar, sebagai Menko Bidang Pemberdayaan Masyarakat, menegaskan pentingnya program ini.
“Renovasi akan diprioritaskan bagi pesantren yang rawan, berjumlah santri di atas seribu orang, dan yang betul-betul tidak mampu melanjutkan pembangunan. Pemerintah ingin semua santri belajar dalam lingkungan yang aman,” tegas Muhaimin.
Pendataan dan Pemetaan Lembaga Keagamaan
Menteri Agama, Nasaruddin Umar, menyampaikan bahwa Kementerian Agama tengah melakukan pendataan dan pemetaan terhadap seluruh lembaga keagamaan yang memiliki risiko struktural tinggi. Tujuannya adalah untuk memastikan semua pesantren mendapatkan perhatian yang dibutuhkan.
Keterlibatan Perguruan Tinggi
Nasaruddin Umar menambahkan bahwa perguruan tinggi keagamaan negeri yang memiliki fakultas teknik akan dilibatkan dalam proses asesmen forensik bangunan pesantren dan madrasah.
“Kami ingin memastikan setiap pesantren terdata dengan baik. Jangan sampai ada lembaga pendidikan keagamaan yang luput dari perhatian hanya karena statusnya swasta. Semua pesantren adalah aset bangsa yang harus dijaga keselamatannya,” tegas Nasaruddin.
Langkah Teknis Pendampingan dari Kementerian PUPR
Kementerian PUPR, melalui Menteri Dody Hanggodo, menjelaskan langkah-langkah teknis yang akan dilakukan dalam pendampingan pesantren. Ini meliputi pemeriksaan keandalan bangunan, pendampingan perizinan, dan penyediaan prototipe desain pesantren melalui Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG).
Asesmen dan Contoh Percontohan
Kementerian PUPR telah memulai asesmen keandalan bangunan di delapan provinsi dengan jumlah pesantren terbanyak. Sebanyak 80 pesantren besar dijadikan contoh untuk membangun pembelajaran bersama.
“Kami sudah mulai melakukan asesmen keandalan bangunan di delapan provinsi dengan jumlah pesantren terbanyak, seperti Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Aceh, Sumsel, Sulsel, dan Kalsel,” terang Dody.
“Sebanyak 80 pesantren besar dijadikan contoh untuk membangun pembelajaran bersama, bukan mencari kesalahan, tetapi memastikan ruang belajar yang kuat, sejuk, dan aman bagi para santri,” sambungnya.
Pelatihan dan Sertifikasi untuk Santri
Sebagai bagian dari pemberdayaan, Kementerian PUPR juga menyiapkan pelatihan dan sertifikasi tenaga kerja konstruksi secara gratis bagi para santri.
Dody Hanggodo menyampaikan,
“Kami ingin semangat gotong royong di pesantren diperkuat dengan keahlian. Santri akan kami latih agar bisa membangun pesantrennya sendiri dengan standar yang benar dan rasa bangga,” jelasnya.
Program ini bertujuan untuk memperkuat semangat gotong royong di pesantren sekaligus memberikan keterampilan yang terukur bagi para santri. Dengan demikian, diharapkan para santri tidak hanya memiliki pengetahuan agama yang mendalam, tetapi juga memiliki kemampuan untuk membangun dan merawat lingkungan belajar mereka sendiri.