Gelombang Protes Yunani: 13 Jam Kerja, Perbudakan Modern Membara? Ini Faktanya

Gelombang Protes Yunani 13 Jam Kerja Perbudakan Modern Membara Ini Faktanya

Gelombang protes besar-besaran mengguncang Yunani setelah pemerintah berencana menerapkan aturan kerja yang kontroversial, yakni hingga 13 jam sehari. Aksi ini memicu kemarahan publik dan serikat pekerja, yang menilai kebijakan tersebut sebagai bentuk eksploitasi terhadap tenaga kerja.

Pada 1 Oktober 2025, seluruh negeri lumpuh akibat mogok nasional selama 24 jam. Layanan publik dan swasta terhenti, mulai dari transportasi umum hingga rumah sakit dan kantor pemerintahan. Kebijakan ini dianggap merugikan hak-hak pekerja dan mengancam keseimbangan hidup mereka.

Pemerintah Hadapi Tekanan Publik

Pemerintahan yang dipimpin Perdana Menteri Kyriakos Mitsotakis kini berada di bawah tekanan kuat dari masyarakat. Kebijakan perpanjangan jam kerja ini mendapat kecaman keras, terutama karena dianggap merampas hak-hak pekerja dan merusak keseimbangan hidup mereka.

Kutipan dari Serikat Pekerja

Makis Kontogiorgos, anggota serikat pekerja, menyatakan keprihatinannya mengenai kebijakan ini.

“Orang Yunani sudah dipaksa bertahan dengan gaji terendah di Eropa. Sekarang mereka ingin kami bekerja hampir sepanjang hari,” kata Makis Kontogiorgos.

Ia juga menambahkan, “Orang tidak bisa ditekan terus-menerus, cepat atau lambat pasti meledak.”

Upah Rendah dan Beban Hidup Tinggi

Ekonomi Yunani memang telah menunjukkan pemulihan pasca krisis utang, namun upah pekerja masih tertinggal jauh dibandingkan negara-negara Uni Eropa lainnya. Upah minimum sebesar 880 Euro per bulan (sekitar Rp14 juta) dianggap tidak sebanding dengan biaya hidup yang terus meningkat.

Dampak Jam Kerja Panjang

Para pakar ketenagakerjaan juga memperingatkan bahwa jam kerja yang terlalu panjang berisiko menurunkan produktivitas dan meningkatkan risiko kecelakaan kerja. Bahkan, serikat buruh yang berafiliasi dengan Partai Komunis mengecam kebijakan ini sebagai bentuk perbudakan modern.

Data Resmi Ungkap Jam Kerja Sudah Tinggi

Sebelum wacana perpanjangan jam kerja muncul, data Eurostat telah menunjukkan bahwa pekerja Yunani sudah memiliki jam kerja rata-rata 39,8 jam per minggu. Angka ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata Uni Eropa, yaitu 35,8 jam.

Kontroversi Sebelumnya

Pada tahun 2024, pemerintah juga menerapkan aturan kerja enam hari dalam seminggu. Kebijakan ini, meskipun disebut sukarela, menuai penolakan, terutama di sektor pariwisata.

Alasan Pemerintah: Fleksibilitas

Menteri Ketenagakerjaan Yunani, Niki Kerameus, berpendapat bahwa aturan 13 jam kerja hanya akan diterapkan dalam kondisi tertentu untuk memberikan fleksibilitas. Ia juga menyebutkan bahwa kebijakan ini dapat membantu pekerja muda yang seringkali memiliki dua pekerjaan sekaligus untuk meningkatkan pendapatan.

Kekhawatiran Pekerja

Namun, mayoritas pekerja khawatir bahwa aturan tersebut justru akan membuka celah bagi pelanggaran ketenagakerjaan.

Katerina, salah seorang warga Yunani, menyampaikan pandangannya:

“Di saat negara-negara Eropa lain bicara soal minggu kerja lebih singkat, di Yunani abad ke-21 justru bicara soal jam kerja yang makin panjang dengan gaji yang tak sebanding,” katanya.

Gelombang Perlawanan Belum Usai

Bagi para pekerja, aksi mogok ini bukan hanya sekadar protes, melainkan perlawanan untuk mempertahankan hak-hak dasar mereka yang dinilai semakin terkikis.

Katerina menambahkan,

“Kami bukan di sini untuk mengemis. Kami di sini untuk membela hak pekerja, terutama yang paling rentan dan tidak punya daya tawar,”

Dengan rencana pengesahan aturan yang diperkirakan akan dilakukan dalam waktu dekat, gelombang perlawanan dari serikat pekerja dan masyarakat diperkirakan akan terus berlanjut. Yunani kini berada di persimpangan jalan, di mana mereka harus memilih antara meningkatkan fleksibilitas pasar kerja atau menjaga martabat dan kesejahteraan para pekerjanya.

Dapatkan Berita Terupdate dari INDObrita di:
PASANG IKLAN ANDA DISINI