Badan Gizi Nasional (BGN) mengumumkan perubahan signifikan dalam penyusunan menu Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk tahun 2025. Kebijakan baru ini menekankan pada penggunaan bahan baku segar dan keterlibatan UMKM lokal, serta melarang penggunaan makanan olahan pabrik. Langkah ini diambil sebagai upaya meningkatkan kualitas gizi anak-anak sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi rakyat.
Perubahan ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk memberikan gizi terbaik bagi generasi penerus bangsa. Larangan terhadap makanan olahan pabrik, seperti burger dan nugget, menjadi fokus utama. Sebagai gantinya, BGN akan bermitra dengan UMKM lokal yang telah bersertifikasi halal, SNI, dan BPOM untuk menyediakan bahan baku segar. Inisiatif ini diharapkan dapat memberikan dampak positif ganda, yaitu meningkatkan kualitas gizi dan mendukung perekonomian masyarakat.
Keputusan ini juga merupakan respons terhadap masukan dari berbagai pihak, termasuk DPR, pengamat, dan masyarakat luas, terkait penggunaan makanan kemasan dalam program MBG.
Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, menjelaskan bahwa larangan ini akan memberikan dampak positif bagi UMKM lokal.
“Begitu larangan ini dilaksanakan, ratusan ribu UMKM pangan akan hidup. Ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk tidak hanya memberi gizi bagi anak bangsa, tetapi juga menggerakkan ekonomi rakyat,” ujar Nanik di Jakarta pada 27 September 2025.
Deputi Bidang Sistem dan Tata Kelola BGN, Tigor Pangaribuan, juga menekankan pentingnya penggunaan produk lokal dalam program MBG.
“Olahan daging (sosis, nugget, burger, dan lain-lain) mengutamakan produk lokal atau dari UMKM yang memiliki sertifikasi halal, SNI, terdaftar BPOM, serta masa edar maksimal satu minggu dari tanggal edar,” jelasnya.
Tigor menambahkan bahwa kebijakan ini tidak hanya berfokus pada penyediaan menu bergizi, tetapi juga pada keberpihakan terhadap UMKM. MBG harus menjadi program yang memberikan manfaat ganda, yaitu menyehatkan sekaligus menyejahterakan.
Nanik S. Deyang bahkan menegaskan bahwa dirinya tidak akan mentolerir penggunaan produk pabrikan dalam program MBG. Ia berkomitmen untuk menggunakan bahan-bahan lokal dalam penyusunan menu.
“Saya tidak akan mentolerir pemakaian produk-produk pabrikan, kami akan menggunakan lokal. Roti-roti yang dibuat oleh ibu-ibu murid yang kami berikan makan. Jadi, roti itu dibuat oleh ibunya dan dimakan anaknya,” tegas Nanik.
Namun, ada pengecualian untuk produk susu, di mana penggunaan produk kemasan masih diizinkan karena keterbatasan pasokan dari peternakan sapi lokal.
Terkait kritik terhadap menu spaghetti dan burger, Nanik menjelaskan bahwa menu tersebut hanya akan disajikan sesekali untuk memenuhi keinginan siswa.
“Jadi, anak-anak SPPG punya kreativitas biar tidak bosan, pokoknya satu minggu anak-anak boleh request yang belum pernah mereka makan, akan dimasakkan,” ungkap Nanik.
Tujuannya adalah memberikan variasi dan memenuhi keinginan anak-anak, terutama mereka yang tinggal di daerah terpencil.
Kritik terhadap menu MBG ini sebelumnya datang dari ahli gizi Tan Shot Yen dalam rapat bersama Komisi IX DPR pada 22 September 2025. Tan menyoroti penggunaan bahan-bahan yang tidak berasal dari Indonesia, seperti tepung terigu pada burger.
“Yang dibagi adalah adalah burger di mana tepung terigu tidak pernah tumbuh di bumi Indonesia, nggak ada anak muda yang tahu bahwa gandum tidak tumbuh di bumi Indonesia,” kata Tan di depan anggota dewan.
Ia juga mengkritik penggunaan spaghetti dan bakmi Gacoan, serta kualitas isi burger yang dinilai kurang baik.