Jakarta, Suara.com – Rupiah kembali menunjukkan pelemahan pada penutupan perdagangan hari Senin (22/12/2025). Berdasarkan data dari Bloomberg, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup pada level Rp16.777, terdepresiasi 0,16% dibandingkan penutupan Jumat sebelumnya yang berada di Rp16.750 per dolar AS. Pergerakan ini menjadi perhatian karena berbanding terbalik dengan tren penguatan yang terjadi pada mayoritas mata uang di Asia.
Pelemahan rupiah menjadi catatan tersendiri di tengah dinamika pasar keuangan global. Kurs rupiah di pasar Jisdor Bank Indonesia juga mencatatkan angka Rp16.773 per dolar AS. Kondisi ini mencerminkan adanya tekanan yang perlu dianalisis lebih lanjut, mengingat dampaknya terhadap stabilitas ekonomi dan daya beli masyarakat.
Penyebab Pelemahan Rupiah
Kekhawatiran Pasar Jelang Data Ekonomi AS
Taufan Dimas Hareva, seorang ekonom dari Research and Development Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX), menjelaskan bahwa pelemahan rupiah ini sejalan dengan sikap hati-hati yang ditunjukkan pelaku pasar. Hal ini disebabkan oleh penantian terhadap rilis lanjutan data ekonomi dari Amerika Serikat. Kenaikan imbal hasil US Treasury juga turut memicu sentimen negatif terhadap rupiah.
“Pelemahan ini sejalan dengan penguatan terbatas dolar AS di pasar global, seiring meningkatnya kehati-hatian pelaku pasar menjelang rilis lanjutan data ekonomi Amerika Serikat serta pergerakan imbal hasil US Treasury yang kembali naik tipis,” kata Taufan.
Sentimen Suku Bunga Bank Indonesia
Selain faktor eksternal, sentimen dari dalam negeri juga memberikan andil terhadap pelemahan rupiah. Lukman Leong, analis dari Doo Financial Futures, menyoroti kekhawatiran pasar terkait prospek suku bunga Bank Indonesia (BI).
Lukman Leong menyampaikan pandangannya bahwa kekhawatiran terhadap suku bunga BI membebani pergerakan rupiah.
“Rupiah ditutup kembali melemah terhadap dolar AS di tengah kekuatiran prospek suku bunga BI yang terus membebani,” bebernya.
Proyeksi Pergerakan Rupiah
Lukman Leong bahkan memproyeksikan bahwa tekanan terhadap rupiah kemungkinan akan berlanjut hingga tahun depan.
“Indeks dolar AS sendiri terpantu turun hari ini. Saya melihat rupiah bukan hanya masih tertekan hingga akhir tahun, namun juga hingga tahun depan,” tandasnya.
Perbandingan dengan Mata Uang Asia Lainnya
Berbeda dengan pergerakan rupiah, mayoritas mata uang di Asia justru mengalami penguatan. Baht Thailand mencatat penguatan tertinggi dengan kenaikan 0,78%, diikuti oleh yen Jepang yang menguat 0,18%.
Berikut adalah beberapa mata uang Asia lainnya yang mengalami penguatan:
- Dolar Singapura: Menguat 0,13%
- Dolar Taiwan: Menguat 0,07%
- Yuan China: Menguat 0,04%
- Dolar Hong Kong: Menguat 0,03%
- Peso Filipina: Stabil cenderung menguat tipis
Sementara itu, beberapa mata uang Asia lainnya mengalami pelemahan. Rupee India menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam, turun 0,28%. Won Korea Selatan juga melemah 0,16%, dan ringgit Malaysia turun tipis 0,03% terhadap dolar AS.
Kinerja Inflasi AS
Sebelumnya, Consumer Price Index (CPI) tahunan AS tercatat sebesar 2,7% pada November 2025, lebih rendah dari proyeksi pasar sebesar 3,1%. Tingkat inflasi bulanan juga menunjukkan penurunan menjadi 0,2% pada November.












