Praktik kotor dalam tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) kembali menjadi sorotan. Isu rekrutmen dan promosi yang diduga sarat dengan “jalur orang dalam” dan transaksi suap menjadi perhatian serius. Kali ini, kritik tajam datang dari Anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri (KPRP), Mahfud MD. Ia mengungkapkan sejumlah masalah krusial yang perlu segera dibenahi dalam upaya reformasi institusi Bhayangkara.
Mahfud MD, dalam pernyataannya di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Senin (22/12/2025), menekankan bahwa KPRP tengah fokus mendalami berbagai praktik tak sehat dalam tubuh Polri. Persoalan rekrutmen, promosi, dan rotasi menjadi perhatian utama yang dibahas secara serius oleh komisi.
Ketidakadilan dalam Kenaikan Pangkat
Mahfud menyoroti adanya ketidakadilan dalam proses kenaikan pangkat di lingkungan Polri. Menurutnya, anggota yang berprestasi dan memenuhi syarat kerap kali kariernya terhambat, sementara mereka yang belum memenuhi kualifikasi justru dengan mudah mendapatkan promosi.
Dugaan Transaksi Suap
Lebih lanjut, Mahfud mengungkap adanya dugaan praktik transaksional di balik layar yang melibatkan biaya tertentu untuk mendapatkan jabatan strategis.
Ia mencontohkan adanya “biaya” yang harus dikeluarkan oleh anggota untuk mengikuti pendidikan tertentu demi mendapatkan promosi jabatan strategis, seperti pangkat Brigadir Jenderal (Brigjen).
“Bahkan, orang ikut Sespim (Sekolah Staf dan Pimpinan Polri) agar dapat Brigjen, dan sebagainya itu bayar. Bayar ke siapa? Ya bayar ke temannya yang ngurus,” ujar Mahfud.
Mahfud menjelaskan praktik ini sulit dideteksi karena dilakukan secara tertutup dan tidak tercatat dalam rekening resmi Polri.
Kritik Terhadap Sistem Rekrutmen Akpol
Kritik pedas juga diarahkan pada proses rekrutmen calon taruna Akademi Kepolisian (Akpol). Mahfud menyebut sistem penjatahan telah merusak prinsip meritokrasi dalam seleksi.
“Jadi rekrutmen mau masuk Akpol juga sekarang sudah pakai jatah-jatahan juga. Sehingga produk-produk beberapa tahun terakhir ini tidak selektif sebenarnya, tapi karena kedekatan hubungan, karena hubungan politik, dan sebagainya,” bebernya.












