Serikat Tani-Nelayan Minta Kejelasan: 13 Korporasi Pertamina Terjerat Korupsi Solar, Ada Apa?

Serikat Tani Nelayan Minta Kejelasan 13 Korporasi Pertamina Terjerat Korupsi Solar Ada Apa

Pimpinan Pusat Serikat Tani Nelayan (PP STN) menyatakan dukungan penuh terhadap langkah pemerintah dalam menindak tegas 13 korporasi yang diduga terlibat dalam praktik curang pemberian diskon harga solar nonsubsidi oleh PT Pertamina (Persero). Praktik ini diduga merugikan negara hingga Rp2,54 triliun dan berdampak buruk pada kepentingan publik, khususnya petani dan nelayan.

Kasus ini mencuat di tengah kesulitan yang dihadapi petani dan nelayan dalam memperoleh bahan bakar. Kenaikan harga dan terbatasnya subsidi telah menjadi beban berat. Di sisi lain, korporasi besar justru menikmati fasilitas harga murah.

Korupsi Struktural dan Dampaknya

Ketua Umum PP STN, Ahmad Rifai, menegaskan bahwa tindakan korporasi ini merupakan bentuk korupsi struktural. Korupsi ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga memperdalam kesenjangan ekonomi dan menindas sektor rakyat kecil.

“Saat petani dan nelayan kesulitan membeli bahan bakar karena harga tinggi dan subsidi terbatas, para konglomerat justru menikmati fasilitas harga murah. Ini bentuk ketidakadilan ekonomi yang harus diakhiri,” tegas Ahmad Rifai.

Daftar Korporasi yang Terlibat

PP STN mengecam keras keterlibatan sejumlah korporasi besar dalam skandal ini, di antaranya:

* PT Pamapersada Nusantara (Rp958,3 miliar)
* PT Berau Coal (Rp449,1 miliar)
* PT Bukit Makmur Mandiri Utama (Rp264,1 miliar)

Dana yang seharusnya dialokasikan untuk subsidi pupuk, alat tangkap ikan, atau infrastruktur pertanian justru diduga mengalir ke kantong segelintir pihak yang disebut STN sebagai bagian dari kaum serakahnomics.

Pelanggaran Hukum dan Desakan Penindakan

PP STN menganggap praktik ini melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), serta Pasal 9E Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN. Pelanggaran tersebut terkait larangan bagi direksi atau dewan komisaris untuk mengambil keuntungan pribadi dari kegiatan BUMN.

Ahmad Rifai juga menduga adanya indikasi pengayaan pribadi oleh oknum direksi, komisaris, atau pengawas. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya pengusutan tuntas kasus ini.

PP STN juga mendukung pernyataan pengamat energi Sofyano Zakaria. Sofyano Zakaria menekankan pentingnya sanksi tegas dan transparan, termasuk pengembalian penuh kerugian negara serta hukuman pidana bagi pelaku, baik korporasi maupun pejabat BUMN yang terlibat.

“Kejaksaan Agung dan pengadilan harus memastikan pelaku dijatuhi hukuman yang setimpal—termasuk pencabutan izin usaha bagi korporasi yang terbukti bersalah. Tanpa ketegasan, praktik korupsi energi akan terus berulang,” ujar Rifai.

Tiga Tuntutan PP STN kepada Pemerintah

PP STN menyampaikan tiga tuntutan kepada pemerintah guna mengatasi permasalahan ini:

1. Memperketat Pengawasan: Memperketat pengawasan transaksi BUMN di sektor energi untuk mencegah kebocoran keuangan negara dan penyalahgunaan wewenang.
2. Alokasi Dana yang Tepat: Mengalokasikan dana hasil pengembalian kerugian negara untuk program pemberdayaan petani dan nelayan, termasuk penyediaan solar subsidi yang adil, tepat sasaran, dan transparan.
3. Keterlibatan Masyarakat Sipil: Melibatkan organisasi masyarakat sipil, termasuk serikat tani dan nelayan, dalam pengawasan kebijakan energi nasional agar akuntabilitas publik terjamin.

PP STN menegaskan bahwa korupsi di sektor energi merupakan pengkhianatan terhadap rakyat kecil yang menggantungkan hidup pada keadilan harga bahan bakar dan kebijakan negara.

Ahmad Rifai menutup dengan pernyataan tegas: “Kami siap bekerja sama dengan lembaga penegak hukum untuk memastikan keadilan ditegakkan setegak-tegaknya. Korupsi energi adalah musuh bersama. Rakyat tidak boleh lagi jadi korban.”

Sebagai penegasan sikap politiknya, PP STN kembali menyerukan:

“Tanah, Modal, Teknologi Modern, Murah, Massal untuk Pertanian Kolektif di bawah Kontrol Dewan Tani/Rakyat!”.

Dapatkan Berita Terupdate dari INDObrita di:
PASANG IKLAN ANDA DISINI