Peran perempuan dalam pembangunan nasional kembali menjadi sorotan dalam Rakernas ke-XXI Persatuan Wanita Kristen Indonesia (PWKI) tahun 2025. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, menekankan pentingnya kontribusi perempuan, terutama dalam konteks memperingati semangat perjuangan Kartini. Rakernas ini menjadi momentum penting untuk merefleksikan perjuangan perempuan Indonesia dan merumuskan langkah selanjutnya.
Arifah Fauzi menjelaskan bahwa Kementerian PPPA memiliki tiga program prioritas untuk memberdayakan perempuan: Ruang Bersama Indonesia (RBI), perluasan Call Center SAPA 129, dan Satu Data perempuan dan anak berbasis desa. Kementerian mengajak PWKI untuk berkolaborasi dalam pelaksanaan RBI, sebuah program yang bertujuan untuk melindungi perempuan dan anak berbasis komunitas. Kolaborasi ini diharapkan dapat memperkuat upaya perlindungan di tingkat akar rumput.
Harapannya, Rakernas PWKI akan menghasilkan rekomendasi konkret untuk memberantas kekerasan terhadap perempuan dan anak, demi terwujudnya Indonesia Emas 2045. Komitmen ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang menekankan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan sebagai kunci pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.
Tantangan Pemberdayaan Perempuan: Pekerja Migran Indonesia
Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Abdul Kadir Karding, menyoroti permasalahan pekerja migran Indonesia (PMI), di mana 80% dari 4,3 juta PMI adalah perempuan. Mereka sangat rentan terhadap kekerasan dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan dan perlindungan terhadap PMI, mulai dari proses keberangkatan hingga kepulangan, termasuk memastikan kesejahteraan anak-anak yang ditinggalkan.
Perlindungan PMI perempuan memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, LSM, dan masyarakat sipil. Hal ini termasuk memastikan akses pendidikan, pelatihan vokasi, dan kesempatan kerja yang layak bagi perempuan, sehingga mengurangi ketergantungan mereka pada pekerjaan migran yang berisiko tinggi.
Selain itu, perlu adanya program reintegrasi bagi PMI yang telah kembali ke tanah air, untuk membantu mereka beradaptasi dan membangun kembali kehidupan mereka. Program ini perlu mencakup aspek ekonomi, sosial, dan psikologis, untuk memastikan keberhasilan reintegrasi dan mencegah mereka kembali pada pekerjaan migran yang berisiko.
Komitmen PWKI dalam Pemberdayaan Perempuan
Ketua Umum PWKI, Pdt. Deety B. T. Liow Mambo, menyatakan bahwa Rakernas kali ini mendapat sambutan positif dari berbagai pihak. PWKI berkomitmen untuk berperan aktif dalam pembangunan bangsa, khususnya dalam pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Komitmen ini diwujudkan melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan berbagai pihak terkait.
Kerjasama ini mencakup berbagai bidang, termasuk pemberdayaan perempuan, perlindungan anak, dan perlindungan pekerja migran. PWKI berharap dapat berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang adil, setara, dan damai bagi seluruh warga Indonesia. Kolaborasi antara pemerintah, organisasi masyarakat, dan sektor swasta sangat penting untuk mencapai tujuan tersebut.
Dengan adanya komitmen dan kolaborasi yang kuat, diharapkan Indonesia dapat terus memajukan pemberdayaan perempuan dan mewujudkan kesetaraan gender. Hal ini penting tidak hanya untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, tetapi juga untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan berkelanjutan.
Kesimpulan
Rakernas PWKI tahun 2025 menjadi bukti nyata komitmen berbagai pihak dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan anak di Indonesia. Melalui kolaborasi dan program-program yang terintegrasi, diharapkan Indonesia dapat menciptakan lingkungan yang aman, adil, dan setara bagi semua warganya. Perjuangan ini masih panjang, namun dengan kerja sama yang solid, cita-cita Indonesia Emas 2045 yang inklusif dan berkelanjutan dapat terwujud.